Minggu, 11 November 2007

Language Accuisition of my sweety little daughter

1. Judul :
“Pemerolehan Bahasa pada Lily” Oleh Fahrudin Latif

2. Pendahuluan

Seorang bayi belum dapat berbicara dalam arti “berbahasa” yang sebenarnya pada awal kehidupannya. Bahasa yang diungkapkan masih berupa tangisan. Ia akan menyatakan rasa lapar, mengantuk, capek dan rasa tak nyaman karena buang air kecil atau cuaca panas melalui tangisan. Menangis sebagai satu bentuk aksi dari bayi yang ingin dipahami oleh orang di sekitarnya. Dan memang baru menangis yang dapat bayi lakukan sebagai manifestasi pertahanan dirinya. Pola pikir bayi belum terbentuk sehingga kita harus mengajarinya. Salah satu aspek pengajaran terhadap pola pikirnya adalah aspek kebahasaan yaitu bagaimana kita mengajari memproduksi suara dengan baik melalui optimalisasi alat ucap bayi untuk memperkenalkan bahasa kepadanya.

Mengamati perkembangan bayi merupakan sebuah aktivitas yang menarik. Berbagai hal dapat kita amati, salah satunya adalah pengamatan terhadap pemerolehan bahasa pada bayi dibawah usia tiga tahun, selanjutnya disebut ‘batita’. Pemerolehan bahasa sebagai satu bentuk perkembangan kehidupan mulai lahir hingga usia dewasa.

Daerah berbahasa terdapat di broka. Broka batita masih berkembang dengan baik sehingga masih mudah untuk membentuk kemampuan berbahasanya. Broka merupakan daerah yang sangat penting untuk kebahasaan terletak pada gunduk frontal di sekitar girus inferior. Daerah ini adalah daerah yang bertanggung jawab untuk memproduksi ujaran dan ditemukan oleh dokter bedah Perancis, Pierre Broca, pada tahun 1863 (Geschwind, 1981:112; Dingwall, 1977/93:54. dalam Dardjowidjojo, 2000:57)

Meskipun batita belum dapat menangkap bahasa orang lain yang berada di sekitarnya, selalu mengajaknya berbicara menjadi satu stimulus yang penting bagi batita, bahkan sejak ia masih dalam kandungan. Awalnya ia akan menangkap suara yang didengarnya. Semakin sering mengajaknya berbicara, maka akan semakin banyak hal yang dapat ia tangkap. Dari situ, kemampuan berbahasanya akan berkembang melalui tahapan-tahapan. Batita yang banyak mendengar akan memiliki kemampuan berbicaranya lebih cepat terasah karena kemampuan bahasa dan pendengaran saling berkaitan. Bahasa yang dominan dipakai akan menjadi bahasa ibu (Sekartini, 2007:11).

Sebenarnya hampir setiap batita memiliki kemampuan yang sama dalam mengenal kosa kata bahasa dari orang tua dan masyarakat di sekelilingnya. Sebab, manusia memiliki tabiat menirukan terhadap apa yang ia lihat, ia dengar. Berdasarkan hal tersebut, maka sebagai orang tua apabila anaknya ingin menguasai suatu bahasa, sejak dinilah para orang tua memperkenalkan bahasa yang kelak akan dipergunakan oleh seorang anak dalam berkomunikasi dengan sesamanya.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis memberikan judul “Pemerolehan Bahasa pada Lily” pada penelitian ini, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana perkembangan Lily dalam memperoleh bahasa?
b. Apa saja upaya atau latihan yang dapat dilakukan untuk merangsang perkembangan alat-alat ucap Lily?

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini sebagai berikut:
a. Mengetahui perkembangan pemerolehan bahasa pada batita.
b. Dapat menerapkan beberapa latihan dalam merangsang perkembangan kemampuan berbahasa batita.

Batasan masalah, penelitian diawali dengan melakukan pengamatan sejak Lily berumur: 0:0:0 sampai dengan 0:5:2. Artinya penelitian ini dimulai sejak Lily lahir pada tanggal 26 Januari 2007, berumur: 0 (tahun): 0 (bulan): 0 (minggu) sampai dengan Lily berumur: 0 (tahun): 5 (bulan): 2 (minggu) pada tanggal 10 Juli 2007.

3. Latar Belakang Teoritis

Berbahasa merupakan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Berbagai cara dilakukan untuk menyampaikan pesan pikiran maupun perasaan kepada orang lain, baik melalui lisan dan tulisan. Proses pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses panjang yang kompleks. Proses ini diawali dengan tangisan bayi ketika ia dilahirkan.

Oleh sebab itu, perkembangan kemampuan seorang anak dimulai dengan menangis pada saat pertama kali dilahirkan dari rahim ibunya. Menangis dimaksudkan agar paru-paru mengembang sehingga paru-paru dapat mulai berfungsi dan tersedianya darah yang cukup dalam tubuh. Bayi acapkali mengeluarkan suara yang mirip dengan pernapasan yang cukup berat. Hal ini tanpa maksud apa-apa. Pergerakan tanpa arah telah dilakukan sejak pertama kali lahir diiringi dengan bunyi tangisan. Suara-suara itu perlahan-lahan menjadi lebih kuat dan berkembang menjadi mengoceh yang selanjutnya berkembang menjadi bercakap. Terdapat tiga bentuk prabahasa yang normal muncul dalam pola perkembangan bahasa, yaitu, menangis, mengoceh dan isyarat. Menangis adalah lebih penting karena merupakan dasar bagi perkembangan bahasa yang sebenarnya. Isyarat sebagai pengganti bahasa yang sebenarnya, bayi akan meniru kata yang ia dengarkan dan akan memperoleh model atau contoh yang baik supaya dapat meniru kata-kata yang baik.

Menurut Benjamin Spock (dalam Ma’sum, 2005:241)- seorang dokter penulis buku: Baby and Child Care – pada usia dua pekan bayi akan mengalami masa rewel, yang ditandai dengan seringnya menangis. Orang tua mampu membedakan setiap tangisan melalui berbagai respon yang diberikan bayi. Walaupun suara-suara itu belum menjadi bentuk yang sesungguhnya dari sebuah komunikasi yang mengandung maksud sebab anak-anak tidak menunjukkan sikap langsung yang mudah dimengerti. Jadi, walaupun tangisan anak-anak pada umumnya memperoleh tanggapan dari orang tuanya, seorang batita tidak menggunakan tangisan untuk maksud seperti itu, lebih dari sekedar itu, hal ini hanya berupa tanggapan yang sudah menyatu dengan akibat-akibat yang dapat diperkirakan (Carrol, 1999:251).

Sementara menurut Crystal (1994:236), ungkapan rasa lapar, sakit, atau ketidaknyamanan bayi yang menyebabkan bayi menagis atau rewel dikenal dengan bunyi refleksif. Bunyi refleksif ini merupakan bunyi perdana yang menunjukkan bahwa batita sudah mulai memperoleh bahasa. Menurut para ahli psikolinguistik, pemerolehan bahasa didapat dengan beberapa cara yang bersinergi.

Para ahli tersebut membedakan menjadi tiga macam teori pemerolehan bahasa, yaitu teori behavioristik, teori nativistik, dan teori kognitif (Pateda, 1990:43-50). Teori behavioristik dikembangkan oleh Skinner (Berk, 1989:365-366), sementara Dardjowidjojo (2000:64-65) menyebutkan teori empirisme, yang dipelopori oleh Watson, seorang behavioris Amerika.

Teori behavioristik menekankan bahwa bahasa diperoleh dari sebuah proses. Menurut teori ini bahasa diperoleh berdasarkan pengalaman yang diperoleh bayi (Berk, 1989:366). Teori nativistik yang dikembangkan oleh Chomsky mengemukakan bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa, yang pada perkembangannya, potensi ini akan ikut menentukan struktur bahasa yang akan digunakan. Sejak lahir seorang anak sudah memiliki pola-pola tertentu dalam otaknya yang merupakan representasi tata bahasa bawaan, yang oleh Chomsky disebut Language Acquisition Device (LAD). LAD ini yang memproses masukan dari lingkungan dan kemudian menghasilkan bahasa yang diujarkan. LAD mengatur aturan-aturan sintaksis morfologis pada penguasaan bahasa (Monks, 1992:149-153, Berk 1989:366, Crystal, 1987:234).

Adapun teori kognitif merupakan teori yang mengemukakan bahwa belajar berbahasa bukan merupakan hasil pekerjaan perilaku, tetapi merupakan proses mental. Teori kognitif ini dikembangkan oleh Piaget. Teori ini memandang bahasa lebih mendalam lagi. Menurut teori ini, pemerolehan bahasa oleh anak sangat berhubungan dengan perkembangan intelektual atau kognitifnya. Struktur bahasa baru akan dikuasai jika dasar kemampuan kognitifnya sudah ada. Anak harus memiliki kemampuan konseptual mengenai sesuatu (Crystal, 1987:234).

Ketiga teori tersebut merupakan teori yang sesuai dengan pemerolehan bahasa bayi dari tahap penerimaan sampai pengucapan kata yang pertama. Teori behavioristik dikatakan sesuai dikarenakan bayi tidak akan dapat menghasilkan bunyi yang bermakna jika pada dirinya tidak diberikan rangsangan atau stimulus. Dengan adanya stimulus ini bayi selalu memberikan respon. Stimulus ini akan mendapatkan respon yang kuat jika frekuensi perangsangannya makin besar. Makin besar frekuensi suatu kata diberikan makin besar pula bayi akan merespon kata tersebut. Hal ini kiranya sesuai dengan salah satu faktor pencapaian kata (word access), yaitu frekuensi, yang dikemukakan oleh Gleason (1998:167). Frekuensi pencapaian kata, entah itu barang, benda mati, keadaan, orang, dan sebagainya akan mempengaruhi kemampuan seorang anak dalam memahami kata-kata yang diajarkan kepadanya. Makin besar frekuensi kata yang diajarkan, anak atau bayi akan semakin cepat merespon.

Oleh karena itu, teori behavioristik, teori nativistik dan teori kognitif sebetulnya sangat berhubungan erat. Ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain. Perkembangan pemerolehan bahasa batita memerlukan rangsangan yang terus menerus berupa kata-kata yang diulang-ulang sesering mungkin sejalan dengan teori behaviouristik. Sementara itu, batita pun telah dibekali dengan LAD yang ada di otak sesuai dengan teori nativistik. Oleh sebab itu kecuali nutrisi otak melalui asupan giji seimbang, otak harus dioptimalkan selagi batita dalam Critical Period (Carrol, 1999:312).

Musa (2005:25) menambahkan, otak yang terkait dengan kemampuan berbicara terbentuk sebelum si kecil berusia 18 bulan. Dengan rangsangan yang tepat di waktu yang tepat, maka otak akan mampu berfungsi optimal. Terkait dengan otak, agar batita lebih mahir berbahasa kelak, perlu dipahami bagaimana komponen dan proses berpikir. Komponen berpikir terdiri dari otak, panca indera, objek yang terindera atau fakta dan informasi awal.

Panca indera batita pun perlu diberikan rangsangan secara optimal. Semua rangsangan panca indera inilah yang akan mempengaruhi pertumbuhan sel otak dan memiliki andil besar untuk membuat sel-sel tersebut tumbuh atau mati (Musa, 2005:26). Hal ini sejalan dengan teori kognitif yang menekankan bahwa tidak sekedar pola pikir yang perlu dibentuk tapi pola sikap juga harus sejalan.

Sejalan dengan pemerolehan bahasa pada batita, pemerolehan bahasa semestinya dioptimalkan agar batita mampu memperoleh suatu bahasa. Taylor (1990:329-330) menyatakan bahwa anak-anak memperoleh 2 atau lebih bahasa ketika mereka diekspose pada beberapa bahasa di awal kehidupannya. Cirinya, mereka diekspos bahasa di rumah dan bahasa lainnya di luar rumah. Pada keadaan seperi ini, anak-anak bilingual menjadi lebih lancar berbahasa ketika berbicara di luar rumah daripada di dalam rumah.

4. Subjek
Penelitian ini mengambil subjek: Alliwazzahra Ila Roma, atau biasa disapa dengan nama pendek “Lily”. Bayi mungil, Lily, putri pertama pasangan Fahrudin Latif dengan Atik Setyawati. Ia dilahirkan di Rumah Sakit Umum dr. Kariadi Kota Semarang, Jawa Tengah melalui proses persalinan normal pada hari Jum’at pukul 06.10 WIB tepatnya tanggal 26 Januari 2007. Berat badannya 2,9 kg dengan tinggi 49 cm dan lingkar kepala 31.

5. Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode linguistik yang dijabarkan dalam tiga tahapan strategis, yakni: (1) metode dan teknik penyediaan data, (2) metode dan teknik analisis data, (3) metode pemaparan hasil analisis data (Sudaryanto, 1993:7-9)

a. Metode dan Teknik Penyediaan Data
Data yang bersumber pada catatan harian ibunda Lily, Atik Setyawati dipanggil “Ummi” (Bahasa Arab) artinya “Ibu” serta peneliti terlibat langsung dalam penelitian ini, digali dengan metode Simak-Libat –Cakap (SLC). Artinya bahwa peneliti berpartisipasi sambil menyimak-berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan. Jadi, si peneliti terlibat langsung dalam dialog. Wujud data yang disimak meliputi catatan harian ibunda Lily dan dialog langsung dengan subjek penelitian mulai dari bangun tidur, mandi sampai dengan tidur di malam hari.

b. Metode dan Teknik Analisis Data
Data dianalisis untuk mencari tahu elemen-elemen fonologi yang muncul dalam kurun waktu tertentu. Setelah data dianalisis dan disajikan secara deskriptif, hasilnya disoroti dari segi teoritis untuk diketahui mengapa halnya demikian (Dardjowidjojo,2000:6-7). Data yang diperoleh dari catatan harian ibundanya dan peneliti langsung ditranskripsikan ke dalam tabel. Demikian pula hasil dialog dengan subjek penelitian baik yang dilakukan oleh ibundanya maupun oleh peneliti sendiri dianalisis secara deskriptif.
c. Metode Pemaparan Hasil Analisis Data
Metode dan teknik analisis data dalam penelitian bersifat informal dan formal. Metode penyajian informal adalah dengan kata-kata biasa, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:145). Dalam penelitian ini digunakan tanda kurung siku [ ] untuk lambang bunyi-bunyi yang diucapkan subjek penelitian. Lambang / / untuk fonem-fonem yang muncul.

6. Hasil dan Pembahasan
Terdapat konsep-konsep universal yang berperan dalam pemerolehan bahasa pada seorang anak. Ada keterkaitan yang erat antara perkembangan bahasa seorang anak dengan pertumbuhan neurologi maupun biologinya. Berat badan Lily ketika dilahirkan adalah 2,9 kg. Ini berarti Lily memiliki otak seberat 0,435 kg berdasarkan standar yang dipakai oleh ahli neurolog Penfield dan Roberts (1959 dalam Dardjowidjojo, 2000:55) bahwa otak manusia adalah 15 % dari berat badannya.

Meneliti perkembangan kemampuan berbahasa pada seorang anak apalagi batita adalah sebuah hal yang agak rumit, sebab pada masa pasca kelahirannya, akan banyak kesulitan menentukan bunyi yang dikeluarkan oleh batita secara tepat. Terkadang mata batita sering terbuka dan tertutup tanpa ekspresi apa pun.

Berdasarkan pengamatan harian yang dilakukan oleh Ibunda Lily, diperoleh data sebagai berikut :







Tabel 1
Perkembangan Berat Badan dan Pemerolehan Bahasa pada Lily
Umur 0:0:0 sampai dengan 0:4:3

No.
Tanggal
Berat Badan (kg)
Ucapan
1.

2.

3.

4.

5

6


26 Januari 2007

26 Februari 2007

26 Maret 2007

26 April 2007

26 Mei 2007

18 Juni 2007
2,9

3,6

5,5

6,3

7,2

8,0
Hea...., hea.., aaa.

iiiii, iiii......, engga’...engga’...,
heeh, heeee....hua..hua.........
hooohh, hoooh, emmmhhh, Nggg..ngga’
haaa..haaa,haaaa
eheek, ehhheeeee.......
Miiii, miiii,
Waa waaa
Wooowww....., Agheee.

Berdasarkan data pada Tabel 1, pemerolehan bahasa subjek penelitian, mengenai bunyi refleksif yang mampu diucapkan mulai usia 0:0:0 yaitu, [a], [e], [є], [E], [i], [I], [o], [ Ɔ], [u], [U].
Berbeda dengan kemampuan vokal, kemampuan memproduksi konsonan tidak berlangsung secara keseluruhan. Sampai pada usia 0:5:2, fonem yang mampu dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2
Penguasaan konsonan usia 0:5:2

Titik/Cara Artikulasi
Bilabial
Apiko dental
Apiko alveolar
Fronto palatal
Dorso Velar
Glotal
Hambat

Frikatif
Nasal
Getar
Lateral
Semivokal
b


m







y

k
g
?

h

Selain konsonan yang sudah dapat diproduksi, ada juga konsonan yang belum dapat diucapkan yaitu / p /, / t /, / k /, / d /, / j /, / n /, / □ /, / N /, / w /, / l /, / f /, / q /, / s /, / r /, dan / v /. Konsonan ini belum dapat diproduksi karena termasuk fonem yang sulit diucapkan oleh anak berusia 0:5:2. Fonem-fonem pada tabel tersebut secara tidak konsisten diproduksi oleh subjek. Fonem-fonem tersebut diproduksi sesuai dengan faktor kemudahan bagi subjek untuk mengucapkan bunyi refleksif .

Pada 12 Maret 2007 Lily berumur 0:1:2. Ia memamerkan senyumannya. Ketika Lily diajak mengantarkan eyang putri pulang, ia terkekeh-kekeh. Ummi kaget bercampur senang. Berikut dialog Lily dengan Umminya:
Lily : (senyum)
Ummi : Lily seneng ya... ngantar Mbah Putri pulang ke
Lampung?
Lily : (tertawa terkekeh-kekeh)
Ummi : Udah bisa tertawa begini ya... manis sekali.
Lily : (senyum, he...ee...ehhh)

Ummi (ibunda Lily) mencatat seluruh bunyi refleksif berupa: sendawa, tiupan angin, bunyi-bunyi vokal, tertawa dan bagian bahasa tubuh Lily yang tidak mengeluarkan suara seperti: senyuman, gerak tangan menolak atau menerima ketika diberi dot susu atau makanan dan gerak isyarat lainnya. Kesemuanya itu dicatat sebagai bentuk partisipasi Lily ketika diajak berbicara. Hal ini dilakukan untuk mendorong kehendak awal seorang batita. Rangsangan ini akan mendorong batita berpikir tentang bahasa sebagai kegiatan sosial dengan aturan-aturan dan sebagai aktifitas bahwa setiap komunikasi dengan mitra wicara memiliki maksud tertentu. Pelajaran sejak dini untuk bercakap-cakap ini merupakan bekal pematangan kognitif batita di kemudian hari. Sehingga batita mampu mengkomunikasikan maksudnya pada umur setahun.
Setelah melakukan pengamatan pemerolehan bahasa setiap bulan, data berikutnya diambil setiap hari, sehingga diperolehlah data pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3
Pemerolehan Bunyi Refleksif

No
Tanggal
Kata yang Diperoleh
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
23 Juni 2007
24 Juni 2007
25 Juni 2007
26 Juni 2007
27 Juni 2007
28 Juni 2007
29 Juni 2007
30 Juni 2007
1 Juli 2007
2 Juli 2007
3 Juli 2007
4 Juli 2007
5 Juli 2007
6 Juli 2007
7 Juli 2007
8 Juli 2007
9 Juli 2007
10 Juli 2007


Haa, aaa,haha
aahh
huuu, mbrurrr
abbEEE.....
ummii, miii, Enggee, abbEE.
Mbrurr..., Abhee...
Aeebii, mii
Miii, huuuu.
aaa, aibuee
huwaaaa
haa, ee, aaa,
ahak, aaaa,waeou
aeebuuee, mbrurrr
haa..hou..ouu
heehh
hehee ehhee
heemmm
Berusaha berbicara
Mendesah
Bermain ludah
Mencoba memanggil
Memanggil.
terdengar memanggil
Memanggil bergantian
Menjerit
Memanggil, menangis
memanggil
sedih
bercanda dengan tetangga
tertawa
bercanda, gemas
berbicara sendiri di kamar
heran
terkekeh-kekeh
Terjaga dari tidur

Aktivitas Makan dan Eliminasi Lily

Sesaat setelah lahir, Lily ditahnik (Sunnah Rasul: kurma yang dikunyah dan diborehkan pada palatum). Maksudnya adalah agar Lily mendapatkan satu respons positif untuk mengenal arti makan bagi kehidupannya. Awalnya, sulit untuk memberikan ASI pada bayi. Namun, kemampuan instinktif Lily cenderung baik, terbukti setelah 5 jam dari proses persalinan, Lily telah mampu menghisap puting ibunya untuk mendapatkan Colostrum (air susu pertama kali yang keluar dari payudara ibu, berwarna putih kekuning-kuningan, mengandung zat antibodi yang sangat baik untuk sistem imun bayi di kemudian harinya).

Awalnya, BAB (buang air besar) Lily berwarna hitam pekat. Beberapa hari kemudian berwarna kuning encer dengan frekuensi sering, rata-rata setiap satu jam Lily BAB atau BAK(buang air kecil). Mandi 2 kali sehari. Pusar Lily lepas tepat seminggu dari hari kelahirannya. Awal bulan kelahiran, seperti bayi-bayi lain pada umumnya, Lily baru dapat menangis, BAB encer dan sering, apalagi BAK-nya, mandi 2 kali dalam sehari menggunakan air hangat.

Sebenarnya orang tua Lily berkeinginan untuk memberikan ASI eksklusif sampai Lily berumur 6 Bulan sesuai teori, namun ternyata Lily harus diberi susu formula. Lily kecil menolak minum susu formula menggunakan dot, hal ini ditandai dengan setiap kali diberi tambahan dot maka Lily akan menghambur-hamburkan susu tersebut di mulutnya sambil berucap yang terdengar, ‘mbrurrr...mbrurr’. Ibunda Lily mencoba kembali memberi susu formula yang dibuat di dalam gelas. Lily justru mau dan mampu menghabiskan susu yang disediakan. Ini dilakukan sesekali waktu dalam sehari selama penelitian dilakukan.

Akhir April, tidur Lily mulai nyenyak tanpa merasa ada gangguan lagi. Eliminasi Lily sudah dapat dikatakan banyak untuk bayi seusianya. Tepat usia tiga bulan, Lily mulai diperkenalkan makanan samping selain ASI, yaitu Kurma yang telah dilumatkan terlebih dahulu. Lily dapat menerima makanan tersebut sebab tidak asing lagi baginya. Hari berikutnya Lily diperkenalkan dengan sayur-sayuran yang direbus dan diblender dan disaring. Pola BAB dan BAK Lily berubah, dua kali sehari.

ASI senantiasa menjadi menu favorit Lily. Menu tambahan kemudian diberikan berupa dengan resep : kentang dan wortel direbus sampai matang kemudian diblender dan ditambahkan susu formula kemudian diaduk-aduk hingga rata, ditunggu agar dingin kemudian diberikan pada Lily. Lily senang sekali. BAB Lily pun normal kembali.



b. Perkembangan Kemampuan Verbal Lily

Pola asuh untuk Lily mempergunakan bahasa Indonesia, sesekali bahasa Inggris, dan bahasa Jawa. Awal bulan kelahirannya, kemampuan verbal Lily seperti bayi-bayi lain pada umumnya, baru dapat menangis, semua kebutuhannya diisyaratkan dengan tangisan.

Menjelang bulan kedua, Lily mulai dapat melafadzkan kata, “umiiiii, iiii......, engga’...engga’..., heeh, heeee....hua..hua.........” Menjerit dalam tangisnya mewarnai keseharian Lily. Pada tanggal 6 Maret 2007, Lily melafadzkan, “hooh...hoooh...” Senyumnya, manis sekali. Tiga hari kemudian dapat berkata,”haaaa...haaa...” kata “emmoh, umiiiii..miiii.mii”. Kata “bal” diucapkannya pada 12 Maret 2007 kemudian memamerkan senyumannya. Ketika Lily diajak naik taxi mengantarkan eyang putri pulang, ia dapat terkekeh-kekeh, Umminya kaget bercampur senang.

Pada tanggal 28 Maret, Lily dapat menggerak-gerakkan kepala dan wajahnya ketika belajar ditengkurapkan. Bulan April, Lily semakin mudah mengangkat kepalanya ketika ditengkurapkan. Menjejak-jejakkan kaki sambil ber-“huhu....huu..uhuu” menjadi sebuah pemandangan yang mengasyikkan. Terdengar suara seperti “ee..heee hek.., aaa....aaa... uuu....” Tanggal 19 April, Lily dapat berkata yang mirip-mirip berbunyi: “how...how...” ketika diajak bercakap-cakap oleh Peneliti. Mencari-cari sumber suara dengan menggerakkan kepalanya dan sudah mampu menatap secara fokus kepada Umminya. Memain-mainkan lidah dengan menjulur-julurkannya menjadi aktivitas rutin dalam keseharian Lily. Lily senang sekali bila diajak jalan-jalan di pagi hari. Biasanya Peneliti mengajaknya ke taman Tugu Muda sambil mendendangkan beberapa lagu-lagu anak-anak. Selepas jalan-jalan, Lily akan tertidur pulas hingga pukul 06.45 dan tiba di rumah akan terbangun lagi.

Tanggal 6 Mei 2007, Lily terkekeh-kekeh lagi. Ketika diajak bermain, Lily mulai meraih tangan ibunya dengan menggapai-gapai, berusaha memegang. Kedua tangan Lily pun sering saling memegang.

Tanggal 12-13 Mei 2007 Lily dan Umminya diajak Peneliti pergi ke Bandungan dan menginap di Villa Kencana dalam rangka kuliah lapangan mata kuliah: Semiotika dosen pengampu: Dr. Sudaryanto. Udara di Bandungan sedemikian dinginnya, Lily lebih sering tidur. Sewaktu hendak melanjutkan ke Candi Songo, Ummi memutuskan untuk pulang, sebab Lily sudah sedemikian terlihat letih. Sampai di rumah Lily justru sakit, BAB Lily berlendir lagi dengan frekuensi yang sering hampir-hampir seperti ketika Lily berumur beberapa hari. Telpon Dokter dan diberi resep. Obat harus diberikan selama 5 hari. Lily mulai membaik.

Tanggal 18 Mei, satu hal yang cukup mengejutkan, Lily kecil dapat melafadzkan kata “Ayouuu..”. Terkadang tidak percaya bila Lily kecil dapat berkata “Ayouuuu”. Meskipun mungkin Lily berucap tersebut tanpa bermaksud mengajak. Kenyataannya memang demikian. Lily kembali ceria.

Rabu, 5 Juni, Lily kecil dapat tengkurap sendiri setelah memiring-miringkan badannya. Ketika disodori pisang, Lily mengarahkannya pada Peneliti, “akh” katanya, mungkin mempersilahkan Peneliti terlebih dahulu baru dirinya. Minggu kedua Juni, Lily dibawa ke puskesmas Poncol untuk mendapatkan imunisasi DPT, hepatitis B, berat badan Lily 8 kg. Lily panas selama 2 hari.

Lily masih memiliki kebiasaan ketika diajak berjalan-jalan pagi, tertidur. Lucunya, bila di keramaian, Lily tampak senang dengan selalu memamerkan tertawa dan senyumnya yang khas. Lily senang sekali bila diajak bercakap-cakap dan bersosialisasi Rupanya Lily memang berkecenderungan untuk menjadi sosok pribadi yang ekstrovet, penuh humor, ramah, selalu riang dan senang di keramaian.

19 Juni 2007, Lily aktif bergerak, rupanya harus ekstra hati-hati sebab gerak motorik (tangan dan kaki Lily) mulai benar-benar aktif sehingga memerlukan satu bentuk pengawasan yang ekstra hati-hati agar Lily tidak sampai terjatuh.

c. Latihan yang Diberikan untuk Merangsang Kemampuan Berbahasa Lily
Setiap kali Lily bangun tidur, Lily disapa dengan kalimat,” Assalamualaikum, Lily sayang”. Lily akan menoleh, mencari sumber suara dengan mencoba mengedip-kedipkan matanya. Lily seolah mengerti dan ber-“hohohoho”. Kemudian Umminya atau Peneliti sendiri memandu Lily melafazkan do’a bangun tidur, ”Bismika Allahumma Ahya wa Bismika Amuud”.

Orang tua Lily sering bersenandung ketika bersama Lily, lagu anak-anak dan lagu gubahan sendiri. Contoh syair lagu yang digubah sendiri diberi judul “Hello”

Hello, hello, hello my mother
Hello, hello, hello my father
Come here with me
Come here with me
To sing a beautiful song.

Hello, hello, hello my sisters
Hello, hello, hello my brothers
Come here with me
Come here with me
To sing a beautiful song.

Well, Lily wants to sing a song titled “My Introduction”

My name is Alliwazzahra Ila Roma
My religion is Islam
My God is Allah SWT
My prophet is Muhammad SAW
My kitab is Al-Qur’an
Alliwa is a white flag brought by Muhammad SAW
It is written Laa Illa ha Illa Allah Muhammadarrasullulah
Azzahra is a dear daughter of Muhammad SAW
Ila is going to Roma “An imaginative City”
We are...
We are...
We are...
We are... Moslem!!!!

Aktivitas memperdengarkan ayat-ayat suci Al Qur’an menjadi rutinitas harian untuk Lily. Yang paling sering diperdengarkan langsung adalah surat-surat pendek seperti : Al Fatihah, Ayat Kursi, Al Falah, An-Nas, Al-Ikhlas, dan lainnya. Lily tampak menyimak dengan seksama. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan info pertama bagi Lily agar daya pengkaitan informasi dengan info yang ada di otaknya terjalin secara baik sehingga proses berfikirnya dapat berjalan optimal dan segera terbentuk. Pada usia dini dapat menghafal surat-surat pendek dari Al Qur’an.

Lily dibaringkan di atas tempat tidurnya, Lily sudah pandai mengguling-gulingkan badannya ke kanan dan ke kiri kemudian tengkurap. Apabila diletakkan di depannya boneka atau bedak atau benda lainnya, Lily menggapai-gapainya tanda berusaha ingin meraih dan memegang. Lily kecil belajar menggenggam meskipun sesekali benda yang dipegangnya terjatuh, namun Lily terlihat pantang menyerah untuk terus berusaha memegangnya. Hal ini sering terjadi.

Lily dihadapkan ke depan cermin. Umminya mengajaknya mengenali wajah dan gambaran dirinya. Diperkenalkan satu persatu anggota mukanya, seperti rambut, dahi, mata, hidung, telinga. Lily dibaringkan dan diperkenalkan anggota geraknya, sambil memegang tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan, kaki kirinya secara bergantian.

Lily : (senyum melihat ke cermin sambil menggerak-gerakkan kaki dan tanganya)
Ummi : Ayook Lily sekarang Ummi beritahu seluruh anggota tubuhmu
Lily : (senyum sambil “Heyek..heyek...” tertawa senang)
Ummi : Kita mulai dari anggota badan yang sebelah kanan yaa...
Lily : (senyum sambil menatap tubuhnya yang ada di cermin)
Ummi : Ini tangan kanan Lily ada jarinya lhoo yuk kita hitung: satu, dua, tiga, empat, lima. Horee jari Lily ada lima. Kita lihat tangan Lily yang sebelah kiri yuuk: duh lentiknya, coba dihitung: satu, dua, tiga, empat, lima. Horee jari Lily yang sebelah kiri juga ada lima.
Lily : (tersenyum, tertawa senang; “Hee..eehh heee.. eehh, mbrurrr”)

Lily diajari mengenal buku, dibolak-baliknya buku tersebut. Koordinasi Lily belum baik, ia masih berusaha merebut dan merobek kertas/ buku yang dihadapkan padanya.

Lily : (senyum, “Heeerrrr.. hyek..hyek...”)
Ummi : Nah, Lily, mari kita baca sama-sama.
Lily : (tersenyum sambil memegang tabloid Nakita, berusaha ingin membukanya. “Heeek!” seperti suara jeritan riang)
Ummi : Eh ada adik maniz yaa.. Senengnya masih batita udah bisa bahasa Prancis, Inggris. Yukk kita baca beritanya.
Lily : (“Mbrurrr, Hiiiik!” sambil berusaha membuka halaman berikutnya namun akibatnya kertas jadi robek)

Tanggal 4 Juli 2007 Lily diminta untuk memindahkan permen berwarna kuning dari baki ke dalam toples. Setelah diberi contoh oleh Umminya, Lily mampu menirukan apa yang diminta oleh Umminya.
Lily : (Senyum sambil menjerit riang) “Hiiikkk, Mbruurrr! Hya..hyaaa!”)
Ummi : Nah Lily sekarang belajar memasukkan permen ke toples.
Lily : (Menggerak-gerakkan kaki dan tangannya seolah ingin segera memulai “Nggihh! Hiiik! Hyaaa!”)
Ummi : Permennya warnanya apa Li, Yups kuning, betul sekali. Banyak yaa permen warna kuningnya. Sambil dimasukkan toples dihitung yuuuk. Ummi ajari dulu yaaa...
Lily (senyum dan berusaha menirukan)

Latihan serupa dilakukan pada tanggal 5 Juli 2007, hanya warna permennya diganti dengan permen berwarna merah. Lily diminta untuk memindahkan permennya kembali. Kali ini tidak satu-satu lagi, Lily langsung mengambil beberapa permen dan memasukkannya ke dalam toples. Tanggal 6 Juli 2007, Lily diajak untuk belajar membuka dan menutup. Ada lemari di hadapan Lily, Peneliti memberinya contoh membuka, Lily mengikutinya.

7. Simpulan
a. Pemerolehan bahasa pada subjek mengenai bunyi refleksif yang mampu diucapkan mulai usia 0:0:0 sampai dengan usia 0:5:2 yaitu, [a], [e], [є], [E], [i], [I], [o], [ Ɔ], [u], [U] dan [b], [m], [y], [g], [?] dan [h] sedangkan konsonan yang belum dapat diucapkan yaitu / p /, / t /, / k /, / d /, / j /, / n /, / □ /, / N /, / w /, / l /, / f /, / q /, / s /, / r /, dan / v /. Konsonan ini belum dapat diproduksi karena termasuk fonem yang sulit diucapkan oleh batita berusia 0:5:2.

b. Beberapa latihan dapat diterapkan untuk merangsang perkembangan kemampuan berbahasa seorang batita melaui pelafalan ayat-ayat Al-Qur’an, menyanyikan lagu-lagu sederhana baik melaui MP3 atau dari lafaz orang tuanya secara berulang-ulang dan terus-menerus, menuturkan bidal-bidal kesantunan, mengenal anggota tubuh dan benda-benda disekitarnya termasuk warna-warna dan hitungan.

8. Referensi

Berk, Laura E. 1989. Child Development. Massachusets: Allyn and Bacon.

Carrol, David W. 1999. Psychology of Language. USA: International Thomson Publishing Inc.

Crystal, David. 1987. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University Press.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa, Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Gleason, Jean Berko dan Nan Bernstein Ratner. 1998. Language Acquisition. Dalam Jean Berko Gleason dan Nan Bernstein Ratner (Ed): Psycholinguistics, Second Edition. Boston: Harcourt Brace College Publishers.

Ma’sum, Ma’ruf. 2005. Bayi: Panduan Lengkap Sejak dalam Kandungan Hingga Merawat Bayi. Solo: Smart Media.

Monks, F.J, A.M.P. Knoers, dan Siti Rahayu Haditono. 1992. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Musa, Latifah dan Zulfa Alya. 2005. Belajar Sejak Dini. Yogyakarta: Mumtaz Press.

Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-aspek Psikolinguistik. Ende: Penerbit Nusa Indah.

Sekartini, Rini. Dr.Sp.A(K). 2007. Perkembangan Bayi Bulan Pertama. dalam Tabloid Nakita No. 431/TH.IX/7 Juli 2007.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Tailor, Insup. 1990. Psycholinguistics, Learning and Using Language. USA: Prentice–Hall,Inc.
Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosda Karya.

PEMEROLEHAN BAHASA PADA LILY














LAPORAN PENELITIAN




Untuk Memenuhi Ujian Semester Mata Kuliah Psikolinguistik
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Sofwan, Ph.D.



Magister Linguistik


Fahrudin Latif
NIM : A4C006002







PROGRAM STUDI MAGISTER LINGUISTIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2006/2007